1.
PENDAHULUAN
Linguistik
adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek
kajiannya. Kata linguistik (berpadanan dengan linguistics dalam bahasa Inggris,
linguistique dalam bahasa Prancis, dan linguistiek dalam bahasa Belanda) diturunkan
dalam bahasa latin lingua yang berarti ‘bahasa’. Bahasa Prancis mempunyai dua
istilah, yaitu langue yang berarti suatu bahasa tertentu, seperti bahasa
Inggris, bahasa Jawa, dan bahasa Prancis. Sedangkan langage berarti bahasa
secara umum, seperti tampak dalam ungkapan ‘manusia punya bahasa sedangkan
binatang tidak’. Orang yang ahli dalam ilmu linguistik disebut linguis.
2.
LINGUISTIK SEBAGAI ILMU
·
Keilmiahan Linguistik
Tiga tahap perkembangan:
a. Tahap
spekulasi, dalam tahap ini dibicarakan mengenai sesuatu dan cara mengambil
kesimpulan dilakukan dengan sikap spekulatif atau dibuat tanpa didukung oleh
bukti-bukti empiris.
b. Tahap
observasi dan klasifikasi, pada tahap ini para ahli di bidang bahasa baru
mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa
memberi teori atau kesimpulan apa pun.
c. Tahap
perumusan teori, pada tahap ini setiap disiplin ilmuberusaha memahami
masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan mengenai masalah itu
berdasarkan data empiris yang dikumpulkan.
·
Subdisiplin Linguistik
Setiap disiplin ilmu biasanya
dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau cabang-cabang berkenaan
dengan adanya hubungan disiplin itu dengan masalah-masalah lain. Misalnya ilmu
kimia dibagi atas ilmu kimia organik dan kimia anorganik; psikologi dibagi atas
psikologi klinik dan psikologi sosial; ilmu kedokteran dibagi atas kedokteran
gigi, kedokteran umum, dan kedokteran hewan. Demikian pula dengan linguistik,
dalam berbagai buku teks linguistik mungkin akan kita dapati nama-nama subdisiplin
linguistik seperti linguistik umum, linguistik deskriptif, linguistik
komparatif, linguistik struktural, dan sebagainya.
·
Analisis Linguistik
Analisis linguistik dilakukan
terhadap bahasa, atau lebih tepat terhadap semua tataran tingkat bahasa, yaitu
fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik.
a. Struktur,
Sistem, dan Distribusi, menurut Verhaar (1978) istilah struktur dan sistem ini
lebih tepat untuk digunakan karena istilah tersebut dapat digunakan atau
diterapkan pada semua tataran bahasa, yaitu tataran fonetik, fonologi,
morfologi sintaksis, juga pada tataran leksikon. Bisa dikatakan struktur adalah
susunan bagian-bagian kalimat atau konstituen kalimat secara linier. Sistem
pada dasarnya menyangkut masalah distribusi. Distribusi yang merupakan istilah
utama dalam analisis bahasa menurut model strukturalisme Leonard Bloomfield
(tokoh linguis Amerika), adalah menyangkut masalah dapat tidaknya penggantian
suatu konstituen tertantu dalam kalimat tertentu dengan konstituen lainnya.
b. Analisis
Bawahan Langsung, sering disebut juga analisis unsur langsung atau analisis
bawahan terdekat (Immediate Constituent analysis) adalah suatu teknik dalam
menganilisis unsur-unsur atau konstituen-konstituen yang membangun suatu satuan
bahasa, entah satuan kata, satuan frase, satuan klausa, maupun satuan kalimat.
c. Analisis
Rangkaian Unsur dan Analisis Proses Unsur
Analisis rangkaian unsur
mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa dibentuk atau ditata dari unsur lain.
Misal, satuan ‘tertimbum’ terdiri dari ter- + timbun.
Sedangkan analisis proses unsur
menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu proses
pembentukan. Jadi, bentuk ‘tertimbun’ adalah hasil dari proses prefiksasi ter-
dengan dasar timbun.
·
Manfaat Linguistik
Bagi linguis, akan membatunya
dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik, sebab bahasa yang menjadi objek
penelitian linguistik itu merupakan wadah pelahiran karya sastra. Bagi guru,
dapat melatih keterampilan berbahasa dan dapat menerangkan kaidah-kaidah bahasa
dengan benar. Bagi penerjemah, pengetahuan linguistik mutlak diperlukan bukan
hanya berkenaan dengan morfologi, sintaksis, dan semantik saja, tetapi juga
yang berkenaan dengan sosiolinguistik dan kontrasif linguistik. Sedangkan bagi
penyusun kamus atau leksikografer menguasai semua aspek linguistik mutlak
diperlukan, sebab semua pengetahuan linguistik akan memberi manfaat dalam
menyelesaikan tuganya.
3.
OBJEK LINGUISTIK: BAHASA
·
Hakikat Bahasa
a. Bahasa
sebagai sistem, bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang
secara teratur tersusun menurut pola tertentu, dan membentuk suatu kesatuan.
b. Bahasa
sebagai lambang, umpamanya dalam membicarakan bendera Sang Merah Putih sering
dikatakan warna merah adalah lambang keberanian dan warna putih adalah lambang
kesucian.
c. Bahasa
adalah bunyi, bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi. Jadi, sistem bahasa itu
berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi.
d. Bahasa
itu bermakna, bahasa itu adalah sistem lambang yang berwujd bunyi. Yang
dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu
pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Oleh karena
lambang-lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide, atau pikiran, maka dapat
dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna.
e. Bahasa itu
arbitrer, yang dimaksud dengan arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib
antara lambang bahasa dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang
tersebut.
f. Bahasa
itu konvensional, artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi
bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakilikonsep yang diwakilinya.
g. Bahasa
itu produktif, kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi.
Arti produktif adalah banya hasilnya atau lebih tepat terus menerus
menghasilkan.
h. Bahasa
itu unik, artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh
orang lain.
i.
Bahasa itu universal, artinya ada
ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini.
j.
Bahasa itu dinamis, karena keterikatan
dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di
dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap atau selalu berubah, maka
bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap. Karena itula bahasa
itu disebut dinamis.
k. Bahasa
itu bevariasi, mengenai variasi bahasa ini ada tiga istilah yaitu idiolek
adalah variasi atau ragam bahsa yang bersifat perseorangan. Dialek adalah
variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu
tempat. Sedangkan ragam adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi,
keadaan, atau keperluan tertentu.
l.
Bahasa itu manusiawi, bahwa alat
komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusiawi,dalam arti
hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.
·
Klasifikasi Bahasa
a. Klasifikasi
genetis, disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis
keturunan bahasa-bahasa itu.
b. Klasifikasi
tipologis, dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe-tipe yang terdapat
pada sejumlah bahasa.
c. Klasifikasi
areal, dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang
satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa
memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetik atau tidak.
d. Klasifikasi
sosiolinguistik, dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan
faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat.
4.
TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI
·
Fonetik, adalah bidang linguistik yang
mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai
fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Fonetik artikulatoris, mempelajari
bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam manghasilkan bunyi
bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Fonetik akustik,
mempelajaribunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Sedangkan
fonetik auditoris, mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu
oleh telinga kita.
·
Proses fonasi, terjadinya bunyi bahasa
dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui pangkal
tenggorok ke pangkal tenggorok, yang dalamnya terdapat pita suara.
·
Klasifikasi Bunyi
a. Klasifikasi
vokal, bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi
lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal bisa bersifat
horisontal.
b. Klasifikasi
konsonan, berdasarkan posisi pita suara dibedakan adanya bunyi bersuara dan
bunyi tak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka
sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi
bersuara, antara lain, bunyi /b/, /d/, /g/, dan /c/. Bunyi tidak bersuara
terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada
pita suara. Yang termasuk bunyi tidak bersuara, antara lain, bunyi /s/, /k/,
/p/, dan /t/.
·
Unsur suprasegmental. Tekanan atau
stres, tekanan ini menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Nada atau pitch,
nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Jeda atau persendian, berkenan
dengan hentian bunyi dalam arus ujar.
·
Silabel atau suku kata, adalah satuan
ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran. Satu
silabel biasanya meliputi satu vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau
lebih.
·
Fonemik
a. Identifikasi
fonem, untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus
mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi
tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan
satuan bahasa yang pertama.
b. Alofon,
alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai kamiripan fonetis. Artinya banyak
mempunyai kesamaan dalam pengucapanya.
c.
Perubahan fonem, asimilasi dan disimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi
menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya,
sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi
yang mempengaruhinya. Netralisasi dan
arkifonem, fonem mempunyai fungsi sebagai pembeda makna kata. Misalnya,
bunyi [p] dan [b] adalah dua buah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia
karena terbukti dari pasangan minimal seperti paru vs baru atau pasangan
minimal rabat vs rapat. Namun, dalam kasus pasangan [sabtu] dan [saptu] atau
[lembab] dan [lembap], kedua bunyi itu tidak membedakan makna. Umlaut, ablaut, dan harmoni vokal: umlaut
adalah perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal
yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal yang berikutnya yang tinggi. Ablaut adalah perubahan vokal yang kita
temukan dalam bahasa-bahasa Indo Jerman untuk menandai berbagai fungsi
gramatikal. Harmoni vokal yaitu
perubahan bunyi, contohnya kata at ‘kuda’ bentuk jamaknya adalah atlar
‘kuda-kuda’. Metatesis dan epentesis, proses
metatesis bukan mengubah bentuk fonem menjadi fonem yang lain, melainkan
mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata, contohnya selain bentuk
sapu, ada bentuk apus dan usap. Dalam proses epentesis sebuah fonem tertentu, biasanya
yang homorgan dengan lingkungannya, disisipkan ke dalam sebuah kata. Contoh
dalam bahasa Indonesia ada sampi di samping sapi.
5.
TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI
·
Morfem
a. Identifikasi
morfem, untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita
harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk lain.
Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk
lain, maka bentuk tersebut adalah morfem.
b. Morf dan
Alomorf
Alomorf adalah perwujudan
konkret(di dalam pertuturan) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem tentu
mempunyai alomorf, entah satu, entah dua, atau juga enam buah. Selain itu bisa
juga dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang
sama. Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya;
sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk kalau sudah diketahui status
morfemnya.
c. Klasifikasi
Morfem
v Morfem
Bebas dan Morfem Terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran
morfem lain dapat muncul dalam pertuturan sedangkan morfem terikat adalah
morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam
pertuturan.
v Morfem
Utuh dan Morfem Terbagi. Morfem utuh adalah morfem yangtanpa kehadiran morfem
lain, yang termasuk morfem utuh seperti [meja], [kursi], [kecil], [laut], dan
[pinsil]. Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian
yang terpisah, misalnya kata ‘kesatuan’ terdapat satu morfem utuh yaitu satu.
v Morfen
Segmental dan Morfem Suprasegmental. Morfem segmantal adalah morfem yang
dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem [lihat], [lah], [sikat],
dan [ber]. Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental.
Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur
suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
v Morfem
Beralomorf Zero. Artinya morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi
segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa kekosongan.
v Morfem
bermakna Leksikal dan morfem tidak bermakna Leksikal. Yang dimaksud dengan
morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah
memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dulu dengan morfem
lain. Misalnya morfem [kuda], [pergi], dan [lari]. Sedangkan morfem tak
bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Contohnya
morfem afiks [ber-], [me-], dan [ter-].
d. Morfem
dasar, bentuk dasar, pangkal (stem), dan akar (root).
Istilah morfem dasar biasanya
digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Jadi, bentuk morfem juang,
kucing, dan sikat adal morfem dasar. Istilah bentuk dasar atau dasar (base)
saja biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam
suatu proses morfologi. Misalnya kata ‘berbicara’ yang terdiri dari morfem ber-
dan bicara. Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam
proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks inflektif. Contoh dari bahasa
Inggris ‘books’ menjadi ‘book’. Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk
yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi.
·
Kata
Para tata bahasawan tradisional
biasanya memberi pengertian terhadap kata berdasarkan arti dan ortografi.
Menurut mereka kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau
kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu
arti
·
Proses Morfemis
a. Afiksasi
adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Afiks
adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada
sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Misalnya sufiks –s pada kata books.
Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti me- pada
kata menghibur. Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar.
Misalnya infiks –el- padab kata telunjuk. Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan
pada posisi akhir bentuk dasar. Misalnya sufiks –an pada kata bagian. Konfiks
adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada
awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar.
Misalnya konfiks per-/-an pada kata pertemuan.
b. Reduplikasi
adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan,
secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Seperti ‘meja-meja’
dari dasar meja.
c. Komposisi
adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfen dasar, baik
yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang
memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Misalnya lalu lintas,
daya juang, dan rumah sakit.
d. Konversi,
Modifikasi Internal, dan Suplesi
Konversi sering disebut juga
derivasi zero, transmutasi, dan transposisi adalah proses pembentukan kata dari
sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi
internal (sering disebut juga penambahan internal atau perubahan internal)
adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya
berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasa berupa
konsonan). Ada sejenis modifikasi internal lain yang disebut suplesi. Dalam
proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak
atau hampir tidak tampak lagi.
e. Pemendekan
adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga
menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk
utuhnya. Misalnya, bentuk ‘lab’ utuhnya ‘laboratorium’.
f. Produktifitas
proses morfemis, yang dimaksud dengan produktifitas dalam proses morfemis
adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi,
dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas
artinya ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut.
·
Morfofonemik
Disebut juga morfonemik,
morfofonologi, atau morfonologi, atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam
suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.
Perubahan fonem dalam proses morfofonemik ini dapat berwujud pemunculan fonem,
pelepasan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem, dan pergeseran fonem.
6.
TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS
·
Struktur sintaksis. Secara umum struktur
sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek(O), dan
keterangan (K).
·
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan
gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim
juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam
kalimat. Frase dibedakan menjadi 4 yaitu:
a. Frase
eksosentrik adalah frase yang komponen komponennya tidak mempunyai perilaku
sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya frase ‘di pasar’ yang
terdiri dari komponen di dan pasar.
b. Frase
endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki
perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya ‘sedang membaca’
dalam kalimat nenek sedang membaca komik di kamar.
c. Frase
koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen
atau lebih yang sam dan sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh
konjungsi koordinatif, baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun
konjungsi terbagi seperti baik...baik, makin...makin, dan baik...maupun....
d. Frase
apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk
sesamanya dan oleh karena itu, urutan komponennya dapat dipertukarkan.
·
Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis
berupa runtutan kata-kata berkontruksi predikat. Artinya, di dalam kontruksi
itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat dan
yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan.
Jenis klausa dapat dibedakan
berdasarkan strukturnya dan berdasarkan kategori segmental yang menjadi
predikatnya. Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan adanya klausa bebas dan
klausa terikat. Yang dimaksud dengan klausa bebas adalah klausa yang mempunyai
unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat.
Sedangkan klausa terikat adalah klausa yang memiliki struktur tidak lengkap.
berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat dibedakan
adanya klausa verbal, klausa nominal, klausa adjektifal, klausa adverbial, dan
klausa preposisional.
·
Kalimat
Kalimat adalah susunan kata-kata
yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Jenis kalimat antara lain :
a. Kalimat
inti dan kalimat non inti. Kalimat inti atau kalimat dasar adalah kalimat yang
dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif atau netral,
dan afirmatif. Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti dengan
berbagai proses transformasi, seperti transformasi pemasifan, transformasi
pengingkaran, transformasi penanyaan, transformasi pemerintahan, transformasi
penginversian, transformasi pelesapan, dan transformasi formasi penambahan.
b. Kalimat
Tunggal dan Kalimat Majemuk. Kalimat majemuk adalah kalimat yang hanya
mempunyai satu klausa sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang mempunyai
klausa lebih dari satu.
c. Kalimat
Mayor dan Kalimat Minor. Kalimat mayor adalah kalimat yang klausanya lengkap,
sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat sedangkan kalimat minor
adalah kalimat yang klausanya tidak lengkap, entah hanya terdiri dari subjek
saja, predikat saja, objek saja, ataukah keterangan saja.
d. Kalimat
Bebas dan Kalimat Terikat. Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi
untuk menjadi ujaran lengkap, atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana
tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat
terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran
lengakap, atau menjadi pambuka paragraf atau wacana tanpa bantuan konteks.
·
Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus,
dan Diatesis.
Modus adalah pengungkapan atau
penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara atau
sikap si pembicara tentang apa yang diucapkannya. Aspek adalah cara untuk
memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan,
kejadian atau proses. Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang
menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan atau pengalaman yang
disebutkan di dalam predikat. Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang
menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai
perbuatan, keadaan, dan peristiwa atau juga sikap terhadap lawan bicaranya.
Fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian pendengar
atau pembaca tertuju pada bagian itu. Sedangkan diatesis adalah gambaran
hubungan antar pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang
dikemukakan dalam kalimat itu.
·
Wacana, adalah satuan bahasa yang
lengkap, sehingga dalam hieraki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar. Jenis wacana pertama dilihat adanya wacana lisan dan
wacana tulisan berkenaan dengan sarananya, yaitu bahasa lisan atau bahasa
tulis. Kemudian ada pembagian wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari
penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik.
Selanjutnya, wacana prosa dilihat dari penyampaian isinya dibedakan lagi
menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi.
7.
TATARAN LINGUISTIK (4): SEMANTIK
·
Hakikat makna: menurut teori yang
dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure bahwa makna adalah
‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda
linguistik.
·
Jenis Makna
a. Makna Leksikal,
Gramatikal, dan Kontekstual
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki
atau ada pada leksem mesti tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem ‘kuda’
memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’.
Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses
gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi.
Sedangkan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di
dalam satu konteks.
b. Makna
Referensial dan Non Referensial
Sebuah kata disebut atau leksem
disebut bermakna referensial kalau adal referensnya atau acuannya. Kata-kata
seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermkna
referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya kata-kata seperti
dan, atau, dan karena adala termasuk kata-kata yang tidak bermakna ferensial,
karena kata-kata itu tidak mempunyai referens.
c. Makna
Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif adalah makna
asli, makna asal, atau makna sebernarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem.
Kalau makna denotatif mengacu pada makna asli atau makna sebenarnya dari sebuah
kata atau leksem,maka makna konotatif adalah makna makna alin yang
‘ditambahkan’ pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari
orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.
d. Makna Konseptual
dan Makna Asosiatif
Yang dikasud dengan makna
konseptual adalah makna yang dimiliki sebuah leksem terlepas dari konteks atau
asosiasi apapun. Sedangkan makna sosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah
leksesm atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang
berada di luar bahasa.
e. Makna
Kata dan Makna Istilah
Penggunaan makna kata ini baru
menjadi lebih jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya
atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, maka yang disebut dengan istilah
mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa
konteks kalimat. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu bebas
konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.
f. Makna
Idiom dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang
maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal
maupun secara gramatikal. Misalnya, secara gramatikal bentuk ‘menjual rumah’
bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya.
Berbeda dengan idiom, maka yang disebut peribahasa memiliki makna yang masih
dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi
antara makna asli dengan makna nya sebagai peribahasa. Misalnya, peribahasa
‘tong kosong nyaring bunyinya’ yang bermakna ‘orang yang banyak cakapnya
biasanya tidak beilmu’.
·
Relasi Makna
a. Sinonim
atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna
antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lain. Misalnya, antara kata
‘betul’ dengan kata ‘benar’.
b. Antonim
atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang
maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu
dengan yang lain. Misalnya, kata ‘buruk’ berantonim dengan kata ‘baik’.
c. Polisemi,
sebuah kata atau satuan ujaran disebut polisemi kalau kata itu mempunyai makna
lebih dari satu. Misalnya, kata ‘kepala’ yang setidaknya mempunyai makna bagian
tubuh manusia dan bisa bermakna ketua atau pemimpin.
d. Homonimi
adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan sama maknanya
tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang
berlainan. Misalnya, antara kata ‘bisa’ yang berarti ‘racun ular’ dan kata
‘bisa’ yang berarti ‘sanggup’.
e. Hipomini
adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup
dalam makna bentuk ujaran yang lain. Misalnya, antara kata ‘merpati’ dengan
kata ‘burung’.
f. Ambigu
atau Ketaksaan adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran
gramatikal yang berbeda. Tafsiran gramatikal yang berbeda ini umumnya terjadi
pada bahasa tulis, karena dalam bahasa tulis unsur suprasegmental tidak dapat
digambarkan dengan akurat. Misalnya, bentuk ‘buku sejarah baru’ dapat ditafsirkan
maknanya menjadi buku sejarah itu baru terbit, atau buku itu memuat sejarah
zaman baru.
g. Redundansi,
istilah redundansi biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihannya penggunaan
unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Misalnya, kalimat ‘bola itu ditendang
oleh Dika’ tidak akan berbeda maknanya bila dikatakan ‘bola itu ditendang
Dika’.
8.
SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK
·
Linguistik Tradisional
Istilah tradisional dalam
linguistik sering dipertentangkan dengan istilah struktur, sehingga dalam
pendidikan formal ada istilah tata bahasa tradisional dan tata bahasa
struktural.
a. Linguistik
Zaman Yunani
v Kaum
Sophis (abad 5 SM)
a) Mereka
melakukan kerja secara empiris.
b) Mereka
melakukan kerja secara pasti dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu.
c) Mereka
sangat mementingkan bidang retorika dalam studi bahasa.
d) Mereka
membedakan tipe-tipe kaliamat berdasarkan isi dan makna.
v Plato
(429-347 SM)
a) Memperdebatkan
analogi dan anomali, juga mengemukakan bahasa alamiah dan bahasa konvensional.
b) Menyodorkan
batasan bahasa yang bunyinya kira-kira.
c) Orang
yang pertama kali membedakan kata dalam onoma dan rhema
v Aristoteles
(384-322 SM)
a) Membedakan
kelas kata menjadi onoma, rhema, dan syndesmoi.
b) Membedakan
jenis kelamin kata (gender) menjadi tiga, yaitu maskulin, feminim, dan neutrum.
v Kaum
Stoik (abad 4 SM)
a) Membedakan
studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara tata bahasa.
b) Menciptakan
istilah-istilah khusus untuk studi bahasa.
c) Membedakan
tiga komponen utama dari studi bahasa yaitu (1) tanda dan simbol, (2) makna,
apa yang disebut, (3) hal yang di luar bahasa, yakni benda atau situasi.
d) Membedakan
legein (tidak bermakna) dan propheretal (mengandung makna.
e) Membagi
jenis kata menjadi empat yaitu: kata benda, kata kerja, syndesmoi, dan arthoron
yang menyatakan jenis kelamin atau jumlah.
f) Membedakan
adanya kata kerja komplet dan kata kerja tak komplet.
v Kaum
Alexandrian, menganut paham analogi dalam studi bahasa, dan mewarisi buku tata
bahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Dionysius Thrax’ yang lahir kurang lebih tahun
100 SM.
b. Zaman
Romawi
Varro dan ‘De Lingua Latina’,
Varro membicarakan dalam buunya itu mengenai etimologi, morfologi, dan
sintaksis. Priscia dengan bukunya Institutiones Grammaticae merupakan buku tata
bahasa latin yang paling lengkap yang dituturkan oleh pembicara aslinya.
c. Zaman Pertengahan,
di Eropa mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan
bahasa Latin menjadi ‘lingua franca’, karena dipakai sebagai nahasa gereja,
bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan.
d. Zaman
Renaisans, dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman ini yang menonjol,
yaitu (1) selain menguasai bahasa Latin, juga mengusai bahasaYunani, Ibrani,
dan arab; (2) selain bahasa tersebut, bahasa Eropa lainnya juga mendapat
perhatian.
·
Linguistik Struktural
Linguistik struktural berusaha
mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki
bahasa itu.
a. Ferdinand
de Saussure, berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya ‘Course
de Linguistique Generale’ yaitu :
1. Telaah
sinkronik dan diakronik,
2. Perbedaan
langue dan parole,
3. Perbedaan
signifiant dan signifie,
4. Hubungan
sintagmatik dan paradigmatik.
b. Aliran
Praha, aliran inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan
fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi
mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem.
c. Aliran
Glosematik, tokohnya Louis Hjemslev (1899-1965) yang meneruskan ajaran
Ferdinand de Saussure. Ia menjadi terkenal karena usahanya untuk membuat ilmu
bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri.
d. Aliran
Firthian, tokohnya John R. Firth (1890-1960) sangat terkenal karena teorinya
mengenai fonologi prosodi.
e. Linguistik
Sistemik, tokohnya M.A.K.Hallidayyang mengembangkan teori Firth mengenai
bahasa, khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa.
f. Aliran
Tagmemik, dipelopori oleh Kenneth L. Pike. Menurut aliran ini satuan dasar dari
sintaksis adalah tagmen, yang di maksud dengan tagmen adalah korelasi antara
fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat
saling di pertukarkan untuk mengisi slot tersebut.
·
Linguistik Transformasional dan
Aliran-aliran Sesudahnya
a. Tata Bahasa
Transformasi, teori ini lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul
‘Syntactic Structure pada tahun 1957. Sejalan dengan konsep langue dan parole
dari de Saussure, Chomsky membedakan adanya kemampuan (competence) dan perbuatan berbahasa
(performance).
b. Tata
Bahasa Kasus, teori ini pertama kali di perkenalkan oleh Charles J. Fillmore
dalam karangannya berjudul ‘The Case for Case’ tahun 1968. Yang dimaksud dengan
kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina. Verba di sini
sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori semantik
generatif. Hanya argumen dalam teori ini diberi label kasus.
c. Tata
Bahasa Relational, teori ini muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan
langsung terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori sintaksis
yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa transformasi. Tokoh-tokoh aliran ini
antara lain David M. Perlmutter dan Paul M. Postal.
0 komentar:
Posting Komentar