Selasa, 01 Desember 2015

Ringkesan Buku Linguistik Umum "Abdul Chaer"



1.      PENDAHULUAN
Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Kata linguistik (berpadanan dengan linguistics dalam bahasa Inggris, linguistique dalam bahasa Prancis, dan linguistiek dalam bahasa Belanda) diturunkan dalam bahasa latin lingua yang berarti ‘bahasa’. Bahasa Prancis mempunyai dua istilah, yaitu langue yang berarti suatu bahasa tertentu, seperti bahasa Inggris, bahasa Jawa, dan bahasa Prancis. Sedangkan langage berarti bahasa secara umum, seperti tampak dalam ungkapan ‘manusia punya bahasa sedangkan binatang tidak’. Orang yang ahli dalam ilmu linguistik disebut linguis.
2.      LINGUISTIK SEBAGAI ILMU
·         Keilmiahan Linguistik
Tiga tahap perkembangan:
a.       Tahap spekulasi, dalam tahap ini dibicarakan mengenai sesuatu dan cara mengambil kesimpulan dilakukan dengan sikap spekulatif atau dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris.
b.      Tahap observasi dan klasifikasi, pada tahap ini para ahli di bidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apa pun.
c.       Tahap perumusan teori, pada tahap ini setiap disiplin ilmuberusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan mengenai masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan.
·         Subdisiplin Linguistik
Setiap disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau cabang-cabang berkenaan dengan adanya hubungan disiplin itu dengan masalah-masalah lain. Misalnya ilmu kimia dibagi atas ilmu kimia organik dan kimia anorganik; psikologi dibagi atas psikologi klinik dan psikologi sosial; ilmu kedokteran dibagi atas kedokteran gigi, kedokteran umum, dan kedokteran hewan. Demikian pula dengan linguistik, dalam berbagai buku teks linguistik mungkin akan kita dapati nama-nama subdisiplin linguistik seperti linguistik umum, linguistik deskriptif, linguistik komparatif, linguistik struktural, dan sebagainya.
·         Analisis Linguistik
Analisis linguistik dilakukan terhadap bahasa, atau lebih tepat terhadap semua tataran tingkat bahasa, yaitu fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik.
a.       Struktur, Sistem, dan Distribusi, menurut Verhaar (1978) istilah struktur dan sistem ini lebih tepat untuk digunakan karena istilah tersebut dapat digunakan atau diterapkan pada semua tataran bahasa, yaitu tataran fonetik, fonologi, morfologi sintaksis, juga pada tataran leksikon. Bisa dikatakan struktur adalah susunan bagian-bagian kalimat atau konstituen kalimat secara linier. Sistem pada dasarnya menyangkut masalah distribusi. Distribusi yang merupakan istilah utama dalam analisis bahasa menurut model strukturalisme Leonard Bloomfield (tokoh linguis Amerika), adalah menyangkut masalah dapat tidaknya penggantian suatu konstituen tertantu dalam kalimat tertentu dengan konstituen lainnya.
b.      Analisis Bawahan Langsung, sering disebut juga analisis unsur langsung atau analisis bawahan terdekat (Immediate Constituent analysis) adalah suatu teknik dalam menganilisis unsur-unsur atau konstituen-konstituen yang membangun suatu satuan bahasa, entah satuan kata, satuan frase, satuan klausa, maupun satuan kalimat.
c.       Analisis Rangkaian Unsur dan Analisis Proses Unsur
Analisis rangkaian unsur mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa dibentuk atau ditata dari unsur lain. Misal, satuan ‘tertimbum’ terdiri dari ter- + timbun.
Sedangkan analisis proses unsur menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu proses pembentukan. Jadi, bentuk ‘tertimbun’ adalah hasil dari proses prefiksasi ter- dengan dasar timbun.
·         Manfaat Linguistik
Bagi linguis, akan membatunya dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik, sebab bahasa yang menjadi objek penelitian linguistik itu merupakan wadah pelahiran karya sastra. Bagi guru, dapat melatih keterampilan berbahasa dan dapat menerangkan kaidah-kaidah bahasa dengan benar. Bagi penerjemah, pengetahuan linguistik mutlak diperlukan bukan hanya berkenaan dengan morfologi, sintaksis, dan semantik saja, tetapi juga yang berkenaan dengan sosiolinguistik dan kontrasif linguistik. Sedangkan bagi penyusun kamus atau leksikografer menguasai semua aspek linguistik mutlak diperlukan, sebab semua pengetahuan linguistik akan memberi manfaat dalam menyelesaikan tuganya.
3.      OBJEK LINGUISTIK: BAHASA
·         Hakikat Bahasa
a.       Bahasa sebagai sistem, bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu, dan membentuk suatu kesatuan.
b.      Bahasa sebagai lambang, umpamanya dalam membicarakan bendera Sang Merah Putih sering dikatakan warna merah adalah lambang keberanian dan warna putih adalah lambang kesucian.
c.       Bahasa adalah bunyi, bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi. Jadi, sistem bahasa itu berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi.
d.      Bahasa itu bermakna, bahasa itu adalah sistem lambang yang berwujd bunyi. Yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Oleh karena lambang-lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide, atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna.
e.       Bahasa itu arbitrer, yang dimaksud dengan arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
f.       Bahasa itu konvensional, artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakilikonsep yang diwakilinya.
g.      Bahasa itu produktif, kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif adalah banya hasilnya atau lebih tepat terus menerus menghasilkan.
h.      Bahasa itu unik, artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh orang lain.
i.        Bahasa itu universal, artinya ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini.
j.        Bahasa itu dinamis, karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap atau selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap. Karena itula bahasa itu disebut dinamis.
k.      Bahasa itu bevariasi, mengenai variasi bahasa ini ada tiga istilah yaitu idiolek adalah variasi atau ragam bahsa yang bersifat perseorangan. Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat. Sedangkan ragam adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau keperluan tertentu.
l.        Bahasa itu manusiawi, bahwa alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusiawi,dalam arti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.
·         Klasifikasi Bahasa
a.       Klasifikasi genetis, disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis keturunan bahasa-bahasa itu.
b.      Klasifikasi tipologis, dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe-tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa.
c.       Klasifikasi areal, dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetik atau tidak.
d.      Klasifikasi sosiolinguistik, dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat.
4.      TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI
·         Fonetik, adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Fonetik artikulatoris, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam manghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Fonetik akustik, mempelajaribunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Sedangkan fonetik auditoris, mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.
·         Proses fonasi, terjadinya bunyi bahasa dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorok ke pangkal tenggorok, yang dalamnya terdapat pita suara.
·         Klasifikasi Bunyi
a.       Klasifikasi vokal, bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal bisa bersifat horisontal.
b.      Klasifikasi konsonan, berdasarkan posisi pita suara dibedakan adanya bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi bersuara, antara lain, bunyi /b/, /d/, /g/, dan /c/. Bunyi tidak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Yang termasuk bunyi tidak bersuara, antara lain, bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/.
·         Unsur suprasegmental. Tekanan atau stres, tekanan ini menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Nada atau pitch, nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Jeda atau persendian, berkenan dengan hentian bunyi dalam arus ujar.
·         Silabel atau suku kata, adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih.
·         Fonemik
a.       Identifikasi fonem, untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama.
b.      Alofon, alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai kamiripan fonetis. Artinya banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapanya.
c.       Perubahan fonem, asimilasi dan disimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya, sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Netralisasi dan arkifonem, fonem mempunyai fungsi sebagai pembeda makna kata. Misalnya, bunyi [p] dan [b] adalah dua buah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia karena terbukti dari pasangan minimal seperti paru vs baru atau pasangan minimal rabat vs rapat. Namun, dalam kasus pasangan [sabtu] dan [saptu] atau [lembab] dan [lembap], kedua bunyi itu tidak membedakan makna. Umlaut, ablaut, dan harmoni vokal: umlaut adalah perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal yang berikutnya yang tinggi. Ablaut adalah perubahan vokal yang kita temukan dalam bahasa-bahasa Indo Jerman untuk menandai berbagai fungsi gramatikal. Harmoni vokal yaitu perubahan bunyi, contohnya kata at ‘kuda’ bentuk jamaknya adalah atlar ‘kuda-kuda’. Metatesis dan epentesis, proses metatesis bukan mengubah bentuk fonem menjadi fonem yang lain, melainkan mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata, contohnya selain bentuk sapu, ada bentuk apus dan usap. Dalam proses epentesis sebuah fonem tertentu, biasanya yang homorgan dengan lingkungannya, disisipkan ke dalam sebuah kata. Contoh dalam bahasa Indonesia ada sampi di samping sapi.
5.      TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI
·         Morfem
a.       Identifikasi morfem, untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah morfem.
b.      Morf dan Alomorf
Alomorf adalah perwujudan konkret(di dalam pertuturan) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem tentu mempunyai alomorf, entah satu, entah dua, atau juga enam buah. Selain itu bisa juga dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya; sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk kalau sudah diketahui status morfemnya.
c.       Klasifikasi Morfem
v  Morfem Bebas dan Morfem Terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan.
v  Morfem Utuh dan Morfem Terbagi. Morfem utuh adalah morfem yangtanpa kehadiran morfem lain, yang termasuk morfem utuh seperti [meja], [kursi], [kecil], [laut], dan [pinsil]. Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah, misalnya kata ‘kesatuan’ terdapat satu morfem utuh yaitu satu.
v  Morfen Segmental dan Morfem Suprasegmental. Morfem segmantal adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem [lihat], [lah], [sikat], dan [ber]. Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
v  Morfem Beralomorf Zero. Artinya morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa kekosongan.
v  Morfem bermakna Leksikal dan morfem tidak bermakna Leksikal. Yang dimaksud dengan morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dulu dengan morfem lain. Misalnya morfem [kuda], [pergi], dan [lari]. Sedangkan morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Contohnya morfem afiks [ber-], [me-], dan [ter-].
d.      Morfem dasar, bentuk dasar, pangkal (stem), dan akar (root).
Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Jadi, bentuk morfem juang, kucing, dan sikat adal morfem dasar. Istilah bentuk dasar atau dasar (base) saja biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Misalnya kata ‘berbicara’ yang terdiri dari morfem ber- dan bicara. Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks inflektif. Contoh dari bahasa Inggris ‘books’ menjadi ‘book’. Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi.
·         Kata
Para tata bahasawan tradisional biasanya memberi pengertian terhadap kata berdasarkan arti dan ortografi. Menurut mereka kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti
·         Proses Morfemis
a.       Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Misalnya sufiks –s pada kata books. Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti me- pada kata menghibur. Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Misalnya infiks –el- padab kata telunjuk. Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar. Misalnya sufiks –an pada kata bagian. Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar. Misalnya konfiks per-/-an pada kata pertemuan.
b.      Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Seperti ‘meja-meja’ dari dasar meja.
c.       Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfen dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Misalnya lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit.
d.      Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
Konversi sering disebut juga derivasi zero, transmutasi, dan transposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi internal (sering disebut juga penambahan internal atau perubahan internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasa berupa konsonan). Ada sejenis modifikasi internal lain yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak lagi.
e.       Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Misalnya, bentuk ‘lab’ utuhnya ‘laboratorium’.
f.       Produktifitas proses morfemis, yang dimaksud dengan produktifitas dalam proses morfemis adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas artinya ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut.
·         Morfofonemik
Disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Perubahan fonem dalam proses morfofonemik ini dapat berwujud pemunculan fonem, pelepasan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem, dan pergeseran fonem.
6.      TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS
·         Struktur sintaksis. Secara umum struktur sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek(O), dan keterangan (K).
·         Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Frase dibedakan menjadi 4 yaitu:
a.       Frase eksosentrik adalah frase yang komponen komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya frase ‘di pasar’ yang terdiri dari komponen di dan pasar.
b.      Frase endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya ‘sedang membaca’ dalam kalimat nenek sedang membaca komik di kamar.
c.       Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sam dan sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun konjungsi terbagi seperti baik...baik, makin...makin, dan baik...maupun....
d.      Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya dan oleh karena itu, urutan komponennya dapat dipertukarkan.
·         Klausa  
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkontruksi predikat. Artinya, di dalam kontruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan.
Jenis klausa dapat dibedakan berdasarkan strukturnya dan berdasarkan kategori segmental yang menjadi predikatnya. Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan adanya klausa bebas dan klausa terikat. Yang dimaksud dengan klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat. Sedangkan klausa terikat adalah klausa yang memiliki struktur tidak lengkap. berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat dibedakan adanya klausa verbal, klausa nominal, klausa adjektifal, klausa adverbial, dan klausa preposisional.
·         Kalimat
Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Jenis kalimat antara lain :
a.       Kalimat inti dan kalimat non inti. Kalimat inti atau kalimat dasar adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif atau netral, dan afirmatif. Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti dengan berbagai proses transformasi, seperti transformasi pemasifan, transformasi pengingkaran, transformasi penanyaan, transformasi pemerintahan, transformasi penginversian, transformasi pelesapan, dan transformasi formasi penambahan.
b.      Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk. Kalimat majemuk adalah kalimat yang hanya mempunyai satu klausa sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang mempunyai klausa lebih dari satu.
c.       Kalimat Mayor dan Kalimat Minor. Kalimat mayor adalah kalimat yang klausanya lengkap, sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat sedangkan kalimat minor adalah kalimat yang klausanya tidak lengkap, entah hanya terdiri dari subjek saja, predikat saja, objek saja, ataukah keterangan saja.
d.      Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat. Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap, atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengakap, atau menjadi pambuka paragraf atau wacana tanpa bantuan konteks.
·         Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus, dan Diatesis.
Modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara atau sikap si pembicara tentang apa yang diucapkannya. Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses. Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan atau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat. Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu. Sedangkan diatesis adalah gambaran hubungan antar pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu.
·         Wacana, adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hieraki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Jenis wacana pertama dilihat adanya wacana lisan dan wacana tulisan berkenaan dengan sarananya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis. Kemudian ada pembagian wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik. Selanjutnya, wacana prosa dilihat dari penyampaian isinya dibedakan lagi menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi,  dan wacana argumentasi.
7.      TATARAN LINGUISTIK (4): SEMANTIK
·         Hakikat makna: menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure bahwa makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik.
·         Jenis Makna
a.       Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem mesti tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem ‘kuda’ memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Sedangkan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks.
b.      Makna Referensial dan Non Referensial
Sebuah kata disebut atau leksem disebut bermakna referensial kalau adal referensnya atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermkna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya kata-kata seperti dan, atau, dan karena adala termasuk kata-kata yang tidak bermakna ferensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referens.
c.       Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebernarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Kalau makna denotatif mengacu pada makna asli atau makna sebenarnya dari sebuah kata atau leksem,maka makna konotatif adalah makna makna alin yang ‘ditambahkan’ pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.
d.      Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Yang dikasud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Sedangkan makna sosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksesm atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa.
e.       Makna Kata dan Makna Istilah
Penggunaan makna kata ini baru menjadi lebih jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, maka yang disebut dengan istilah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.
f.       Makna Idiom dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Misalnya, secara gramatikal bentuk ‘menjual rumah’ bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya. Berbeda dengan idiom, maka yang disebut peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan makna nya sebagai peribahasa. Misalnya, peribahasa ‘tong kosong nyaring bunyinya’ yang bermakna ‘orang yang banyak cakapnya biasanya tidak beilmu’.
·         Relasi Makna
a.       Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lain. Misalnya, antara kata ‘betul’ dengan kata ‘benar’.
b.      Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain. Misalnya, kata ‘buruk’ berantonim dengan kata ‘baik’.
c.       Polisemi, sebuah kata atau satuan ujaran disebut polisemi kalau kata itu mempunyai makna lebih dari satu. Misalnya, kata ‘kepala’ yang setidaknya mempunyai makna bagian tubuh manusia dan bisa bermakna ketua atau pemimpin.
d.      Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan sama maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Misalnya, antara kata ‘bisa’ yang berarti ‘racun ular’ dan kata ‘bisa’ yang berarti ‘sanggup’.
e.       Hipomini adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Misalnya, antara kata ‘merpati’ dengan kata ‘burung’.
f.       Ambigu atau Ketaksaan adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tafsiran gramatikal yang berbeda ini umumnya terjadi pada bahasa tulis, karena dalam bahasa tulis unsur suprasegmental tidak dapat digambarkan dengan akurat. Misalnya, bentuk ‘buku sejarah baru’ dapat ditafsirkan maknanya menjadi buku sejarah itu baru terbit, atau buku itu memuat sejarah zaman baru.
g.      Redundansi, istilah redundansi biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Misalnya, kalimat ‘bola itu ditendang oleh Dika’ tidak akan berbeda maknanya bila dikatakan ‘bola itu ditendang Dika’.
8.      SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK
·         Linguistik Tradisional
Istilah tradisional dalam linguistik sering dipertentangkan dengan istilah struktur, sehingga dalam pendidikan formal ada istilah tata bahasa tradisional dan tata bahasa struktural.
a.       Linguistik Zaman Yunani
v  Kaum Sophis (abad 5 SM)
a)      Mereka melakukan kerja secara empiris.
b)      Mereka melakukan kerja secara pasti dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu.
c)      Mereka sangat mementingkan bidang retorika dalam studi bahasa.
d)     Mereka membedakan tipe-tipe kaliamat berdasarkan isi dan makna.
v  Plato (429-347 SM)
a)      Memperdebatkan analogi dan anomali, juga mengemukakan bahasa alamiah dan bahasa konvensional.
b)      Menyodorkan batasan bahasa yang bunyinya kira-kira.
c)      Orang yang pertama kali membedakan kata dalam onoma dan rhema
v  Aristoteles (384-322 SM)
a)      Membedakan kelas kata menjadi onoma, rhema, dan syndesmoi.
b)      Membedakan jenis kelamin kata (gender) menjadi tiga, yaitu maskulin, feminim, dan neutrum.
v  Kaum Stoik (abad 4 SM)
a)      Membedakan studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara tata bahasa.
b)      Menciptakan istilah-istilah khusus untuk studi bahasa.
c)      Membedakan tiga komponen utama dari studi bahasa yaitu (1) tanda dan simbol, (2) makna, apa yang disebut, (3) hal yang di luar bahasa, yakni benda atau situasi.
d)     Membedakan legein (tidak bermakna) dan propheretal (mengandung makna.
e)      Membagi jenis kata menjadi empat yaitu: kata benda, kata kerja, syndesmoi, dan arthoron yang menyatakan jenis kelamin atau jumlah.
f)       Membedakan adanya kata kerja komplet dan kata kerja tak komplet.
v  Kaum Alexandrian, menganut paham analogi dalam studi bahasa, dan mewarisi buku tata bahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Dionysius Thrax’ yang lahir kurang lebih tahun 100 SM.
b.      Zaman Romawi
Varro dan ‘De Lingua Latina’, Varro membicarakan dalam buunya itu mengenai etimologi, morfologi, dan sintaksis. Priscia dengan bukunya Institutiones Grammaticae merupakan buku tata bahasa latin yang paling lengkap yang dituturkan oleh pembicara aslinya.
c.       Zaman Pertengahan, di Eropa mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahasa Latin menjadi ‘lingua franca’, karena dipakai sebagai nahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan.
d.      Zaman Renaisans, dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman ini yang menonjol, yaitu (1) selain menguasai bahasa Latin, juga mengusai bahasaYunani, Ibrani, dan arab; (2) selain bahasa tersebut, bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian.
·         Linguistik Struktural
Linguistik struktural berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu.
a.       Ferdinand de Saussure, berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya ‘Course de Linguistique Generale’ yaitu :
1.      Telaah sinkronik dan diakronik,
2.      Perbedaan langue dan parole,
3.      Perbedaan signifiant dan signifie,
4.      Hubungan sintagmatik dan paradigmatik.
b.      Aliran Praha, aliran inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem.
c.       Aliran Glosematik, tokohnya Louis Hjemslev (1899-1965) yang meneruskan ajaran Ferdinand de Saussure. Ia menjadi terkenal karena usahanya untuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri.
d.      Aliran Firthian, tokohnya John R. Firth (1890-1960) sangat terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi.
e.       Linguistik Sistemik, tokohnya M.A.K.Hallidayyang mengembangkan teori Firth mengenai bahasa, khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa.
f.       Aliran Tagmemik, dipelopori oleh Kenneth L. Pike. Menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmen, yang di maksud dengan tagmen adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling di pertukarkan untuk mengisi slot tersebut.
·         Linguistik Transformasional dan Aliran-aliran Sesudahnya
a.       Tata Bahasa Transformasi, teori ini lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul ‘Syntactic Structure pada tahun 1957. Sejalan dengan konsep langue dan parole dari de Saussure, Chomsky membedakan adanya kemampuan  (competence) dan perbuatan berbahasa (performance).
b.      Tata Bahasa Kasus, teori ini pertama kali di perkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya berjudul ‘The Case for Case’ tahun 1968. Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Hanya argumen dalam teori ini diberi label kasus.
c.       Tata Bahasa Relational, teori ini muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan langsung terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa transformasi. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain David M. Perlmutter dan Paul M. Postal.



0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates